Siaran Pers
Siaran Pers
Cocoa Gathering Makasar
PRESS RELEASE
COCOA GATHERING MAKASSAR:
Dari PRICE TAKER menjadi PRICE MAKER
BURSA PRODUSEN VS BURSA KONSUMEN
Perjuangan Bursa Kakao Indonesia menjadi Acuan Harga Kakao Nasional sudah berjalan selama 16 bulan. Setelah Kontrak Berjangka Kakao diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta, 80% produksi biji kakao lokal telah diserap seluruhnya oleh industri pengolahan kakao dalam negeri. Ini adalah suatu revolusi industri bagi Indonesia, bahwa kakao adalah satu-satunya komoditas yang telah banyak diekspor dalam keadaan setengah jadi , atau telah diproses menjadi bubuk coklat dan butter. Menurut Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia, Piter Jasman, kapasitas produksi industri kakao pada 2012 telah naik 40% menjadi 400.000 ton, dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar 280.000 ton. Meningkatnya industri pengolahan kakao dalam negeri telah menciptakan banyak lapangan kerja dan menghidupi ribuan penduduk Indonesia.
Harga kakao Indonesia telah naik dari Rp. 20.000 menjadi Rp 22.500 sejak kakao diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta/ Jakarta Futures Exchange, bahkan sempat mencatat rekor kenaikkan hingga Rp. 24.000 pada September 2012. Kenaikkan harga ini telah mengangkat pendapatan petani selama setahun terakhir dan membuat petani mendapatkan kepastian harga jual pada musim panen yang terdekat. Dengan adanya patokan harga nasional, maka harga yang akan diterima petani di bursa produsen seperti Indonesia tentunya lebih tinggi daripada harga dari bursa konsumen (New York dan London).
Selama ini, banyak pedagang kakao di Indonesia masih menggunakan harga bursa New York dan Bursa London atau disebut price-taker. Padahal Amerika dan Eropa bukanlah negara produsen kakao, melainkan negara pengkonsumsi kakao terbesar di dunia, atau bursa konsumen. Bursa konsumen akan selalu menghasilkan harga yang rendah, selama lima tahun terakhir harga kakao New york tidak mengalami kenaikkan yang berarti, dari USD 1500 ke USD 2000 atau hanya naik 30%. Kakao adalah komoditas dengan harga terburuk jika dibandingkan dengan harga gula, jagung, kedelai dan gandum yang sudah naik 300% dalam lima tahun tersebut. Penyebabnya adalah, harga gula, jagung, gandum dan kedelai dunia dibentuk oleh bursa produsen, yakni Amerika, yang juga merupakan produsen terbesar untuk komoditas tersebut.
Sudah saatnya petani Indonesia menggunakan acuan harga kakao di Jakarta Futures Exchange, sebagai price-maker yang mewakili kepentingan para produsen (seller’s market), bukannya harga New York yang mewakili kepentingan konsumen (buyer’s market). Untuk itu JFX mengadakan sosialiasi perdagangan berjangka kepada para pemain komoditas kakao di Makassar, serta memberikan pelatihan intensif kepada para pialang agar semakin meramaikan transaksi komoditas kakao di Jakarta Futures Exchange.
Dengan volume perdagangan rata-rata 5000 lot perbulan, kontrak berjangka kakao sudah menjadi sangat likuid. Apabila investor ingin mencoba transaksi kakao dengan modal Rp. 10 juta sudah dapat membeli 1 kontrak kakao. Dengan spread harga bid- ask hanya setipis 0,5 % dari harga pasar, investor dapat melakukan day trade secara aktif untuk mencari keuntungan. Investor juga dapat menyimpan kontrak kakao untuk waktu yang lama tanpa bunga swap (inap). Adapun, kontrak berjangka memberikan fasilitas ‘leverage’ dimana nasabah hanya cukup menjaminkan 5% colateral dari nilai kontrak. Dengan begitu, keuntungan yang didapat bisa mencapai berlipat ganda dari modal, apabila investor mempelajari teknik trading secara seksama dan mampu mengontrol resiko dengan baik.
GRAFIK HARGA SATU TAHUN
KONTRAK BERJANGKA KAKAO JULY 2013 JFX (DALAM RUPIAH/ KILOGRAM)
Harga kakao selama setahun terakhir di bursa Jakarta sempat menyentuh angka tertinggi di Rp 24.500 per kilogram pada bulan September tahun lalu. Sejak masuknya panen akhir tahun ke pasar, harga kembali melemah sepanjang enam bulan dari November hingga ke level terendah selama tiga tahun, yakni Rp. 20.000 per kilogram. Hal ini dipengaruhi oleh penjualan forward di Ivory Coast yang dilelang bersamaan dengan panen akhir tahun 2012 sehingga membuat seakan-akan kondisi oversupply. Forward selling telah dilelang untuk musim panen tengah tahun sampai akhir tahun 2013 di Pantai Gading (Ivory Coast) dan Ghana, produsen terbesar dunia untuk komoditas kakao.
Harga kakao telah berhasil naik kembali sejak bulan Maret 2013, dari Rp. 20.000 menjadi Rp 22.600 di Jakarta Futures Exchange. Hal ini dipicu oleh kekeringan panjang sejak bulan Januari hingga maret di Afrika, sehingga panen diperkirakan akan turun dibanding tahun lalu. Sementara itu, di Indonesia curah hujan yang tidak cukup membuat biji kakao membusuk dan panen berkurang pada musim April – Mei.
Keterangan Lebih Lanjut:
Corporate Secretary
Corsec@jfx.co.id
Jakarta Futures Exchange
The City Tower 20th floor
Jl. MH. Thamrin No. 81, Jakarta Pusat 10310
Phone. (62) (21) 31996030
Fax. (62) (21) 31996050
www.jfx.co.id